1. Pengertian
hak cipta
Hak
cipta merupakan suatu hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak hasil ciptaannya dan juga member izin untuk tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Hak cipta menunjukkan bahwa hasil ciptaannya
tersebut dapat dimiliki oleh si pencipta. Hanya
namanya yang disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak
cipta dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang
menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh
aturan hukum. Hak cipta merupakan hak
ekslusif yaitu hak untuk tidak boleh
merubah suatu ciptaan kecuali atas izin dari si pencipta itu sendiri. Hak
cipta tidak dapat dilakukan
dengan cara penyerahan nyata karena ia mempunyai sifat manunggal dengan
penciptanya dan bersifat tidak berwujud.
Indonesia
sebagai Negara yang memiliki banyak sekali kebudayaan yang sangat kaya. Hal itu
dapat terlihat dari banyaknya keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang
menjadi potensi nasional yang harus dilindungi. Kekayaan
seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang
dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata
untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para Penciptanya.
Saat ini
Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir
diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut
Undang-undang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa
penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal
yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya
intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan
karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di
atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di
atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan.
Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak
dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya
intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas.
Indonesia
memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang
sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Hak Cipta
terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral
rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri
Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa
pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.
Perlindungan Hak
Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki
bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan
yang lahir berdasarkan kemamp uan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan
itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
2. Istilah-Istilah
Dalam Hak Cipta
Ada istilah-istilah yang
terkait dalam hak cipta. Berikut akan dijelaskan istilah-istilah dalam hak
cipta tersebut.
1)
Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa
orang yang secara bersama-sama mengeluarkan inspirasinya dan terlahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2)
Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau
orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang menerima
lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.
3)
Ciptaan
Hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk
yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra.
3.
Fungsi Hak Cipta
Sebagaimana diketahui bahwa hak cipta
mempunyai hak intelektual dan ekselusif maka dari itu fungsi hak cipta harus ditegaskan
dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu pada Pasal 2 yang berbunyi
:
1)
Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi
pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2)
Pencipta atau pemegang Hak Cipta atas
karya sinematografi dan program komputer memiliki hak untuk memberikan izin
atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut
untuk kepentingan yang bersifat komersial.
4. Undang-Undang
Hak Cipta
Undang-undang hak cipta yang berlaku di
Indonesia adalah UU No. 19 Tahun 2002, yang sebelumnya UU ini berawal dari UU
No. 6 Tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982. Undang-undang ini dikeluarkan
sebagai upaya pemerintah untuk merombak
sistem hukum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu
sistem hukum Negara Indonesia, yaitu Pancasila. Pekerjaan membuat satu
perangkat materi hukum yang sesuai dengan hukum yang dicita-mcitakan bukanlah suatu
pekerjaan yang mudah. Undang-Undang hak cipta 1982 yang diperbaharui dengan UU
No. 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun 1997, terakhir
dengan UU No. 19 Tahun 2002. Batasan tentang apa saja yang dilindungi sebagai
hak cipta, dijelaskan pada rumusan pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta (UHC)
Indonesia yaitu sebagai berikut.
Ayat 1
Dalam
Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra yang mencakup:
a. Buku,
program komputer, pamflet, susuan perwajahan (lay out), karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
b. Ceramah,
kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
c. Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d. Lagu
atau musik dengan atau tanpa teks.
e. Drama
atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
f. Seni
rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
g. Arsitektur.
h. Peta.
i.
Seni batik.
j.
Fotografi.
k. Sinematografi.
l.
Terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, database, dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.
Ayat 2
Ciptaan
sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri,
dengan tidak mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.
Ayat 3
Dalam
lindungan sebaagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) termasuk juga semua ciptaan
yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan
yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu. Dengan demikian
dapatlah dipahami bahwa yang dilindungi oleh UHC adalah yang termasuk dalam
karya ilmu pengetahuan, kesenian, kesustraan. Sedangkan yang termasuk dalam cakupan
hak kekayaan perindustrian tidak termasuk dalam rumusan pasal tersebut,
meskipun yang disebutkan terakhir ini juga merupakan kekayaan immateril. Satu
hal yang dicermati adalah yang dilindungi dalam hak cipta ini yaitu haknya,
bukan benda yang merupakan perwujudan dari hak tersebut.
5. Prosedur
Pendaftaran Hak Cipta
Permohonan
pendaftaran hak cipta diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Direktorat
Jendral HAKI dengan surat rangkap dua, ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik da benar di
atas kertas polio berganda. dalam surat permohonan itu berisikan:
a) Nama,
kewarganegaraan, dan alamat pencipta.
b) Nama,
kewarganegaraan, dan alamat pemegang hak cipta.
c) Nama,
kewarganegaraan, dan alamat kuasa.
d) Jenis
dan judul ciptaan.
e) Tanggal
dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali.
f) Uraian
ciptaan rangkap tiga.
Apabila surat permohonan pendaftaran
ciptaan telah memenuhi syarat-syarat tersebut, ciptaan yang dimohonkan
pendaftarannya didaftarkan oleh Direktorat Hak Cipta, Paten, dan Merek dalam
daftar umum ciptaan dengan menerbitkan surat pendaftaraan ciptaan dalam rangkap
2. Kedua lembaran tersebut ditandatangi oleh Direktur Jendral HAKI atau pejabat
yang ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan lembar kedua surat
pendaftaran ciptaan tersebut beserta surat permohonan pendaftaran ciptaan
dikirim kepada pemohon dan lembar pertama disimpan di Kantor Direktorat Jendral
HAKI.
6. Jangka Waktu Perlindungan Ciptaan
Jangka waktu perlindungan ciptaan
menjelaskan seberapa lama hak cipta tersebut berlaku untuk berbagai jenis
ciptaan. Penjelasannya sebagai berikut:
1) Ciptaan
buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta,
seni batik terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup Pencipta ditambah
50 tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
2) Ciptaan
program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil
pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
3) Ciptaan
atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25
tahun sejak pertama kali diterbitkan.
4) Ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan
hukum berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
5) Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan : Ketentuan
Pasal 10 Ayat (2) huruf b, berlaku tanpa batas.
7. Sifat Hak Cipta
Hak cipta sebagaimana
mestinya harus mempunyai yang namanya suatu sifat dari ciptaan itu sendiri. Hak
cipta dianggap suatu karya yang dapat disalahgunakan oleh orang lain maka itu dibuatlah
sifat hak cipta.
1) Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak. Hak cipta
dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan,
hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan.
2)
Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian
tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai
pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan
itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai pencipta
adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing
atas bagian ciptaannya itu.
3) Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan
dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang
merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu.
4)
Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan
pihak dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk
dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara
kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu
diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
5) Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau
berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai
pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara
kedua pihak.
6) Pencipta atau pemegang hak cipta atas karya
sinematografi dan program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial.
8.
Cara Eksploitasi Ciptaan
Mengeksploitasi suatu
ciptaan berarti menggunakan hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh ciptaan
bersangkutan. Ini berarti bahwa harus dicapai sebuah kesepakatan mengenai
penggunaan hak cipta antara pemegang hak cipta dan orang lain yang ingin
mengeksploitasi ciptaan yang bersangkutan (pengguna). Hak cipta pada dasarnya
terdiri dari hak memberi orang lain izin untuk mengeksploitasi suatu ciptaan
dan hak untuk meminta imbalan uang untuk itu. Eksploitasi suatu ciptaan
tergantung pada sebuah kontrak (lisensi) yang memberikan izin untuk itu.
Kontrak lisan sudah sah, tetapi lebih baik jika kontrak dibuat secara tertulis,
untuk menghindarkan salah pengertian.
Pertama, pastikan apakah
ciptaan bersangkutan dilindungi oleh undang- undang hak cipta negara pengguna
atau tidak. Biasanya, setiap ciptaan yang dihasilkan mendapatkan perlindungan,
baik ciptaan yang diumumkan untuk pertama kali di negara pencipta, maupun yang
mendapatkan perlindungan berdasarkan perjanjian internasional. Jika demikian
halnya, lihat penjelasan berikut. Jika tidak demikian halnya, ciptaan itu dapat
bebas dieksploitasi.
Kedua, pastikan apakah
jangka waktu perlindungan masih berlaku bagi ciptaan bersangkutan atau tidak.
Jika sudah habis, Anda dapat dengan bebas mengeksploitasi ciptaan itu.
Ketiga, pastikan apakah
ciptaan yang akan dieksploitasi termasuk dalam “pembatasan penggunaan hak
cipta” atau tidak. Jika termasuk,
ciptaan itu dapat dengan bebas digunakan dan tidak perlu ada izin. Jika telah diperiksa
semua hal tersebut dan ternyata hak cipta bersangkutan masih berlaku, maka
harus meminta izin terlebih dahulu kepada pemegang hak cipta bila ingin
mengeksploitasi ciptaan yang bersangkutan.
Dalam hal ini, pihak yang dimintai
izin tidak selalu si pencipta. Dalam beberapa hal, hak atas ciptaan mungkin
telah dipercayakan kepada badan manajemen hak cipta dan dalam beberapa hal yang
lain, mungkin ada penerbit, rumah produksi atau badan manajemen hak cipta
tertentu yang telah ditunjuk sebagai penghubung untuk perundingan mengenai hak
cipta.
9.
Batas-batas Hak Cipta
Hak cipta itu dibatasi,
kecuali dalam kaitan dengan beberapa syarat tertentu. Dibatasi berarti bahwa
hak itu dikontrol. Dibatasi berarti bahwa hak cipta tidak berlaku dan ciptaan
bersangkutan dapat dengan bebas dieksploitasi, kecuali dalam beberapa syarat tertentu yang spesifik. Namun
timbul banyak masalah akibat penggunaan ketentuan ini berdasarkan interpretasi
yang sangat luas. Salah satu masalah yang mendapat perhatian besar di Jepang
sekarang ini adalah perbanyakan untuk penggunaan pribadi atau di perpustakaan
umum, dan sebagainya. Selain itu, belum ada pengertian yang cukup pasti
mengenai perbedaan antara “kutipan” (quotation) yang secara hukum diakui,
dengan “penggunaan” (use) yang memerlukan izin. Batas-batas hak cipta harus
diartikan sebagai tidak lebih dari mengakui beberapa pengecualian dalam
aturan-aturan yang ada. Penting untuk diingat bahwa tujuan akhir adalah
melindungi keuntungan pemegang hak cipta.
Juga perlu untuk dipahami
bahwa hak moral pencipta, dalam hal batas- batas hak cipta diakui sekalipun, tidak terpengaruh, kecuali dalam hal perubahan ejaan atau
istilah perlu dilakukan untuk kepentingan pendidikan di sekolah. Pastikan
apakah batas-batas itu berlaku atau tidak, dan berhati-hatilah, jangan sampai
aturan ini diinterpretasikan terlalu luas.
10. Pelanggaran
Hak Cipta
Hak cipta dilindungi di
dalam dan di luar negeri, di dunia internasional menurut undang-undang dan
perjanjian setiap negara. Namun
demikian, pelanggaran hak cipta akhir-akhir ini semakin merajalela. Kita sudah sering membaca tentang kasus-kasus
pelanggaran dalam surat kabar dan di televisi, radio, dan sebagainya.
Pelanggaran berarti tindakan yang melanggar hak cipta, seperti penggunaan hak
cipta, yang adalah hak pribadi milik pencipta, tanpa izin, dan pendaftaran hak
cipta oleh orang lain yang bukan pemegang hak cipta. Jika seseorang mencuri
barang milik orang lain yang diperolehnya dengan kerja keras atau mengambil dan
menggunakannya tanpa izin, ini termasuk kejahatan besar. Setiap orang tahu bahwa
mencuri barang milik orang lain itu salah. Tetapi dalam hal barang tidak dapat
diraba seperti hak cipta, orang tampaknya tidak merasa bersalah bila
mencurinya. Namun, hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta, adalah hak
milik yang berharga, hak yang diberikan kepada ciptaan yang dihasilkan secara
kreatif dalam proses intelektual, seperti berpikir dan merasa. Memasuki abad
ke-21, penting sekali bagi kita untuk sama-sama menyadari bahwa melanggar
hak-hak ini adalah perbuatan yang salah.
11. Contoh Kasus Hak Cipta
Perkara
gugatan pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada kemasan produk mesin cuci
merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah Agung setelah pengusaha Junaide Sasongko
melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi. "Kita akan mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung (MA), rencana besok (hari ini) akan kami daftarkan," kata
Angga Brata Rosihan, kuasa hukum Junaide. Meskipun kasasi ke MA, Angga enggan
berkomentar lebih lanjut terkait pertimbangan majelis hakim yang tidak menerima
gugatan kliennya itu. "Kami akan menyiapkan bukti-bukti yang nanti akan
kami tunjukan dalam kasasi," ujarnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat mengatakan tidak dapat menerima gugatan Junaide terhadap
Nurtjahja Tanudi-sastro, pemilik PT Ansa Mandiri Pratama, distributor dan
perakit produk mesin cuci merek TCL di Indonesia.
Pertimbangan
majelis hakim menolak gugatan tersebut antara lain gugatan itu salah pihak
(error in persona). Kuasa hukum tergugat, Andi Simangunsong, menyambut gembira
putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut dia, adanya putusan itu membuktikan
tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan logo cap jempol pada
produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat Nurtjahja karena menilai
pemilik dari perusahaan distributor dan perakit produk TCL di Indonesia itu
telah menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin.
Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 144 miliar. Penggugat
mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya
dia mengklaim pemegang sertifikat hak cipta atas gambar jempol dengan judul
garansi di bawah No.-C00200708581 yang dicatat dan diumumkan untuk pertama
kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide diketahui pernah bekerja di TCL China yang
memproduksi AC merek TCL sekitar pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya
ide untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat
gambar jempol yang di bawahnya ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah
melanggar Pasal 56 dan Pasal 57 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk
itu Junaide menuntut ganti rugi materiel sebesar Rp l2 miliar dan imateriel
sebesar Rp 120 miliar.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar