A.
Definisi
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) atau juga Intellectual Property Right merupakan hak
yang mengatur segala karya-karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual
manusia. Dengan demikian IPR merupakan pemahaman mengenai hak atas kekayaan
yang timbul dari kemampuan intelektual, yang mempunyai hubungan dengan hak
seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). HAKI
dapat juga dikatakan sebagai hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
seseorang atau sekelompok orang untuk memegang monopoli (kuasa) dalam
menggunakan dan mendapatkan manfaat dari kekayaan intelektual.
B. Sejarah HAKI
Awal mula HAKI ditur dalam Undang-undang mengenai HAKI yang pertama
kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470.
Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam
kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di
jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di
Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai
undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama
kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten,
merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright
atau hak cipta. Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain
standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum
dan prosedur mendapatkan hak. Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro
administratif bernama the United
International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang
kemudian dikenal dengan nama World
Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan
administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB. Sebagai
tambahan pada tahun 2001 World
Intellectual Property Organization (WIPO) telah menetapkan tanggal 26 April
sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Setiap tahun, negara-negara
anggota WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan beragam kegiatan dalam rangka
memeriahkan Hari HAKI Sedunia
Di Indonesia, HaKI mulai populer memasuki tahun 2000 sampai
dengan sekarang. Tapi, ketika kepopulerannya itu sudah sampai puncaknya,
grafiknya akan turun. Ketika mau turun, muncullah hukum siber (cyber), yang
ternyata perkembangan dari HAKI itu sendiri. Jadi, HAKI akan terbawa terus
seiring dengan ilmu-ilmu yang baru. seiring dengan perkembangan teknologi
informasi yang tidak pernah berhenti berinovasi.
C.
Macam-macam
Hak Atas Kekayaan Intelektual
Pada Prinsipnya HAKI dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu:
1)
Hak Cipta
Hak cipta (lambang
internasional: ©)
1. Pengertian
hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak
cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
2. Pengertian
hak cipta menurut Pasal 2 UUHC:
Hak
cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi
ijin untuk iti dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pencipta adalah seorang atau beberapa
orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2)
Hak Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri terdiri dari:
a. Paten
(patent)
Paten merupakan
hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang
teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya
tersebut atau memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
b. Merk
(Trademark)
Merk adalah tanda
yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau
kombinasi dari unsur-unsur tersbut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
c. Rancangan
(Industrial Design)
Rancangan dapat
berupa rancangan produk industri, rancangan industri. Rancanangan industri
adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau
warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga
dimensi yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
d. Informasi
Rahasia (Trade Secret)
Informasi
rahasia adalah informasi di bidang teknologi atau bisnis yang tidak diketahui
oleh umum, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan
dijaga kerahasiannya oleh pemiliknya.
e. Indikasi
Geografi (Geographical Indications)
Indikasi
geografi adalah tanda yang menunjukkn asal suatu barang yang karena faktor
geografis (faktor alm atau faktor manusia dan kombinasi dari keduanya telah
memberikan ciri dri kualitas tertentu dari barang yang dihasilkan).
f. Denah
Rangkaian (Circuit Layout)
Denah rangkaian
yaitu peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari rangkaian
komponen terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampun mengolah masukan
arus listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan, frekuensi, serta prmeter
fisik linnya.
g. Perlindungan
Varietas Tanaman (PVT)
Perlindungan
varietas tanamn adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia tanaman
dan atau pemegang PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama
kurun waktu tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan
persetujun kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.
Kekayaan
intelektual yang dihasilkan oleh masyarakat asli tradisional ini menjadi
menarik karena rejim ini masih belum terakomodasi oleh pengaturan mengenai hak
kekayaan intelektual, khususnya dalam lingkup intenasional. Pengaturan hak
kekayaan intelektual dalam lingkup internasional sebagaimana terdapat dalam Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights (TRIP), misalnya hingga saat ini belum mengakomodasi
kekayaanintelektual masyarakat asli/tradisional. Adanya fenomena tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual yang
dihasilkan masyarakat asli tradisional hingga saat ini masih lemah. Joseph E. Stiglitz (2007), dalam Making Globalization Work, mengatakan
bahwa hak kekayaan intelektual memiliki perbedaan mendasar dengan hak
penguasaan lainnya.
D.
Konsep
HAKI
Berikut ini merupakan konsep HAKI:
1. Haki
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
2. Kekayaan
hal-hal yang bersifat ciri yang menjadi milik orang.
3. Kekayaan
intelektual kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia (karya di
bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra) – dihasilkan atas
kemampuan intelektual pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan
tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh "produk" baru dengan
landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis2.
E.
Dasar
Dari HAKI Karya Intelektual
Berikut ini merupakan dasar dari
HAKI Karya Intelektual:
1. Hasil
suatu pemikiran dan kecerdasan manusia, yang dapat berbentuk penemuan, desain,
seni, karya tulis atau penerapan praktis suatu ide.
2. Dapat
mengandung nilai ekonomis, dan oleh karena itu dianggap suatu aset komersial.
F.
Bentuk
(Karya) Kekayaan Intelektual
Berikut ini merupakan bentuk
(karya) kekayaan intelektual:
1. Penemuan
2. Desain
Produk
3. Literatur,
Seni, Pengetahuan, Software
4. Nama
dan Merek Usaha
5. Know-How
& Informasi Rahasia
6. Desain
Tata Letak IC
7. Varietas
Baru Tanaman
G.
Tujuan
Penerapan HAKI
Berikut ini merupakan tujuan
penerapan HAKI:
1. Antisipasi
kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain
2. Meningkatkan
daya kompetisi dan pangsa pasar dalam
komersialisasi kekayaan intelektual
3. Dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha
dan industri di Indonesia.
H.
Pengaturan
HAKI di Indonesia
Di tingkat
nasional, pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap
dan memadai. Lengkap, karena menjangkau ke-tujuh jenis HAKI. Memadai, karena
dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan,
tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat
minimal yang “dipatok” di Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Indonesia sebagai
Negara yang masuk dalam WIPO harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan
di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa
peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan mengundangkan:
1) Undang-undang
No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak
Cipta
2) Undang-undang
No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 yang mengatur tentang
Paten
3) Undang-undang
No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992
tentang Merek
Selain ketiga
undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI
antara lain:
1) Undang-undang
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2) Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3) Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4) Undang-undang
No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5) Undang-undang
No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6) Undang-undang
No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7) Undang-undang
No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan
pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang
hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga
undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya
telah diundangkan:
1) Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
2) Undang-undang
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta
saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR)
I.
Lingkup
Perlindungan HAKI
Berikut ini merupakan lingkup
perlindungan HAKI:
1. Hak
Cipta (Copyright)
World
Intellectual Property Organization (WIPO) pada tahun 2001 telah
menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia:
2. Hak
Milik Industri (Industrial Property)
3. Paten
4. Paten
Sederhana
5. Merek
& Indikasi Geografis
6. Desain
Industri
7. Rahasia
Dagang
8. Desain
Tata Letak Sirkit Terpadu
9. Perlindungan
Varietas Tanaman Hak Cipta (copyright)
10. Melindungi
sebuah karya
11. Hak
khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut Peraturan Perundangundangan yang berlaku.
12. Orang
lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat
berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta.
13. Hak-hak
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
hak-hak untuk membuat salinan dari
ciptaannya tersebut,
b.
hak untuk membuat produk derivative
c.
hak-hak untuk menyerahkan hak-hak
tersebut ke pihak lain.
14. Hak
cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat.
15. Hak
cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.
Ciptaan yang dapat dilindungi oleh
UU Hak Cipta, diantaranya sebagai berikut:
1. Buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan
dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah,
kuliah, pidato dan ciptaan lain yang diwujudkan dengan cara diucapkan.
3. Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Karya
Seni, yaitu:
a.
Seni rupa dengan segala bentuk seperti
seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,seni patung, kolase dan seni terapan,
seni batik, fotografi.
b.
Ciptaan lagu atau musik dengan atau
tanpa teks.
c.
Drama, drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, pantomim, sinematografi.
d.
Arsitektur, Peta.
e.
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Hukum Kekayaan
Intelektual (HAKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika terjadi
pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana penjara
dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU
No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
a. Pasal
72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
b. Pasal
72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
c. Pasal
72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan
untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
d. Pasal
72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,-
(satu miliar rupiah).
e. Pasal
72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau
Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta
rupiah).
f. Pasal
72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau
Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
g. Pasal
72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
h. Pasal
72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
i. Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa dengan
sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta
rupiah).
j. Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau barang
yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat
yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara
untuk dimusnahkan.
k. Pasal
73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan
bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
Jelasnya yang
dimaksud dengan “bersifat unik” adalah bersifat lain daripada yang lain, tidak
ada persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus. Ketentuan pidana
tersebut di atas, menunjukkan kepada pemegang hak cipta atau pemegang hak
terkait lainnya untuk memantau perkara pelanggaran hak cipta kepada Pengadilan
Niaga dengan sanksi perdata berupa ganti kerugian dan tidak menutup hak negara
untuk menuntut perkara tindak pidana hak cipta kepada Pengadilan Niaga dengan
sanksi pidana penjara bagi yang melanggar hak cipta tersebut.
Ketentuan-ketentuan pidana dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana denda yang paling berat, paling
banyak, sebagai salah satu upaya menangkal pelanggaran hak cipta, serta untuk
melindungi pemegang hak cipta.
J.
Perlindungan
Hukum HAKI Dalam Kesenian Tradisional di Indonesia
1.
Pelindungan Preventif
Kebudayaan (seni dan budaya)
semakin disadari sebagai sebuah fenomena kehidupan manusia yang paling
progresif, baik dalam hal pertemuan dan pergerakan manusia secara fisik ataupun
ide/gagasan serta pengaruhnya dalam bidang ekonomi. Karenanya banyak negara
yang kini menjadikan kebudayaan (komersial atau non komersial) sebagai bagian
utama strategi pembangunannya. Selanjutnya, dalam jangka panjang akan terbentuk
sebuah sistem industri budaya. Dimana kebudayaan bertindak sebagai faktor utama
pembentukan pola hidup, sekaligus mewakili citra sebuah komunitas. Di
Indonesia, poros-poros seni dan budaya seperti Jakarta, Bandung, Jogja,
Denpasar (Bali) telah menyadari hal ini dan mulai membangun sistem industri
budayanya masing-masing. Meski dalam beberapa kasus, industri budaya lebih
merupakan ekspansi daripada pengenalan kebudayaan, tetapi dalam beberapa
pengalaman utama,industri budaya justru
merangsang kehidupan masyarakat pendukungnya. Industri budaya akan merangsang
kesadaran masyarakat untuk melihat kembali dirinya sebagai aktor penting
kebudayaannya.
2. Perlindungan
Represif
Perlindungan
represif hak kekayaan intelektual terhadap kesenian tradisional di Indonesia
terdapat juga dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pencipta
atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta, dimana dalam hal kesenian
tradisional hak ciptanya dipegang oleh Negara, berhak mengajukan gugatan ganti
rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan meminta
penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.
Pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar
memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari
penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya
ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Gugatan
pencipta atau ahli warisnya yang tanpa persetujuannya itu diatur dalam Pasal 55
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang menyebutkan bahwa penyerahan hak
cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau
ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
1. Meniadakan
nama pencipta pada ciptaan itu;
2. Mencantumkan
nama pencipta pada ciptaannya;
3. Mengganti
atau mengubah judul ciptaan; atau
4. Mengubah
isi ciptaan.
Prospek hukum
hak kekayaan intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan perlindungan
hukum bagi kesenian tradisional dari pembajakkan oleh negara lain adalah:
a. Pembentukan
perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal;
b. Pelaksanaan
dokumentasi sebagai sarana untuk defensive
protection dengan melibatkan masyarakat atau LSM dalam proses efektifikasi
dokumentasi dengan dimotori Pemerintah Pusat dan Daerah;
c. Menyiapkan
mekanisme benefit sharing yang tetap.
Sumber :