A. PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI SOSIAL
1. Perbedaan
Kepentingan, Prasangka, Diskriminasi & Ethosentris
Perbedaan
kepentingan, merupakan sifat yang naluriah disamping adanya
persamaan kepentingan. Maksud dari perbedaan kepentingan dikarenakaan adanya
perbedaan pendapat atau kepentingan seseorang yang berbeda dengan yang lainnya.
Perbedaan kepentingan tersebut kadang juga bisa menyebabkan perdebatan yang
bisa berakhir secara damai atau sebaliknya berakhir secara anarkis. Namun jika
dicermati, perbedaan kepentingan dapat disiasati dengan saling bertoleransi dan
meningkatkan solidaritas antar masyarakat agar bisa tetap hidup berdampingan
dalam suasana yang harmonis.
Prasangka
(prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari
seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Prasangka
menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Sikap adalah
kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negarif terhadap orang,
obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui setelah ia bertindak atau
beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan
tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak
nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya
realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang relaistis,
sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh diri individu
masing-masing.
Diskriminasi
menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap prasangka
dan diskriminasi seolah-olah menyatu dan tidak dapat dipisahkan. Seseorang yang
mempunyai prasangka rasial, biasanya dapat melakukan tindakan diskriminasi
terhadap hal yang prasangkanya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak
diskriminatif tanpa latar belakang prasangka. Demikian juga sebaliknya
seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
Etnosentrisme yaitu suatu kecenderungan yang
menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu
yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai
dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan
tak menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Sikap
etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung dan tidak luwes.
2. Pertentangan Sosial dalam Masyarakat
Pertentangan social dalam masyarakat dapat timbul karena adanya
konflik yaitu suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu
yang dihubungkan dengan kebencian atau permusuhan. Konflik tersebut terjadi
karena adanya perbedaan-perbedaan
yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-masalah,
nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan. Konflik dapat terjadi
pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada lingkungan yang
luas yaitu masyarakat :
a. Pada
taraf dalam diri seseorang atau individu, konflik menunjuk kepada adanya
pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistik
didalam diri seseorang, contoh kasus: sesorang yang emosi yang meluapkan
emosinya dengan cara yang salah sehingga mengakibatkan terjadinya konflik
antara individu lainnya.
b. Pada
taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri
individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam
tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk
menjadi anggota kelompok, serta minat mereka, contoh kasus: terjadinya
perkelahian kelompok, ras, atau semacamnya dengan kelompok lainnya dikarenakan
adanya perbedaan yang tidak menemukan solusinya.
c. Para
taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai
dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma kelompok yang
bersangkutan berbeda. Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta
minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber
sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada dalam
kebudayaan-kebudayaan lain.
3. Pengertian Integrasi Sosial dan Integrasi nasional
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau
keseluruhan.
Integrasi
sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang
saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan
masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Integrasi
nasional adalah kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari
individu, keluarga, lembaga-lembaga masyarakat dan masyarakat secara keseluruhan.
Integrasi nasional akan lahir jika integrasi sosial dalam masyarakat berjalan
dengan baik. Kesempurnaan dalam integrasi sosial sebuah masyarakat akan
membentuk kekuatan suatu bangsa. Perbedaan pendapat, keyakinan, suku, ras dan
budaya dapat diatasi dengan tingginya solidaritas dan tenggang rasa antar
masyarakat.
4.
Contoh Kasus
tentang Integrasi Sosial
Perbedaan pendapat dan keyakinan dapat menjadi penyebab timbulnya
kasus dalam integrasi sosial. Akhir-akhir ini banyak terjadi perselisihan antar
umat beragama. Banyak terjadi kasus bom yang melanda di Indonesia pada saat
ini. Sebagai contoh kasus bom di Bali. Kasus tersebut langsung membuat kaget
seluruh masyarakat Indonesia. Kejadian yang membuat kaget seluruh
Indonesia tersebut sudah membuat persaudaraan antar umat beragama berjalan agak
kurang baik. Kejadian seperti inilah yang seharusnya di tindak tegas oleh
pemerintah. Keamanan harus lebih ditingkatkan karena akan membuat
persaudaraan antar umat beragama semakin renggang. Selain itu, dari
masing-masing individu juga seharusnya memiliki solidaritas tinggi dan tenggang
rasa antar masyarakat, sehingga kasus yang seperti ini seharusnya dapat
dihindarkan.
5.
Contoh Kasus
tentang Integrasi Nasional
Perbedaan suku, ras, dan budaya dapat menjadi penyebab timbulnya
kasus dalam integrasi nasional. Sebagai contoh di Kalimantan pada tahun 2000an,
perang antar kelompok kembali terjadi. Dua kelompok, yang dikenal dengan perang
sampit yang melibatkan kelompok dari suku dayak dan kelompok suku madura,
terlibat pertikaian hanya karena masalah selisih paham yang kurang jelas.
B. ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN KEMISKINAN
1.
Pengertian
Ilmu Pengetahuan
Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu
(Admojo, 1998). Mohamad Hatta mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang
teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama
tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut
bangunannya dari dalam. Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal
prinsip yang berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah
keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun
fisik. “Ilmu pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri
dari dua kata, “ ilmu “ dan “ pengetahuan “, yang masing-masing punya
identities sendiri-sendiri.
2.
Pengertian
Teknologi
Teknologi adalah pemanfaatan ilmu untuk memecahkan suatu masalah
dengan cara mengerahkan semua alat yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan
dan skala nilai yang ada. Teknologi menurut Ellul adalah berbagai usaha,
metode, dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan diperhitungkan
sebelumnya. Teknologi bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis serta
untuk mengatasi semua kesulitan yang mungkin dihadapi. Selain menimbulkan
dampak positif bagi kehidupan manusia, terutama mempermudah pelaksanaan
kegiatan dalam hidup, teknologi juga memiliki berbagai dampak negatif jika
tidak dimanfaatkan secara baik. Contoh masalah akibat perkembangan teknologi
adalah kesempatan kerja yang semakin kurang sementara angkatan kerja makin
bertambah.
3.
Ciri-ciri
Fenomena Teknik dalam Masyarakat
Fenomena teknik pada masyarakat masa kini, menurut Sastrapratedja
(1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Rasionalistas,
artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan
dengan perhitungan rasional.
b. Artifisialitas,
artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
c. Otomatisme,
artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis.
Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis
menjadi kegiatan teknis.
d. Teknik
berkembang pada suatu kebudayaan.
e. Monisme,
artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
f.
Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan
ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan.
g. Otonomi
artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
4.
Ciri-ciri
Teknologi Barat
a. Serba
intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja dan
lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu
sendiri.
b. Dalam
struktur sosial, teknologi barat bersifat melestarikan sifat kebergantungan.
c. Kosmologi
atau pandangan teknologi Barat adalah menganggap dirinya sebagai pusat yang
lain.
5.
Pengertian
Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup gambaran kekurangan materi dan kebutuhan sosial.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup gambaran kekurangan materi dan kebutuhan sosial.
6.
Ciri-ciri
Manusia Yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan
Manusia dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila
pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti
pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. Garis kemiskinan yang
menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu:
a. Persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan.
b. Posisi
manusia dalam lingkungan sekitar.
c. Kebutuhan
objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Berdasarkan
ukuran ini, maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Tidak
memiliki faktor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dll.
b. Tidak
memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri,
seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
c. Tingkat
pendidikan mereka rendah, tidak sampai SD.
d. Kebanyakan
tinggal di desa sebagai pekerja bebas.
e. Banyak yang
hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
7.
Fungsi
Kemiskinan
Jika kita menganut teori fungsionalis dan statistika (Davis), maka
kemiskinan memiliki sejumlah fungsi:
a. Fungsi
ekonomi: penyediaan dana untuk pekerjaan tertentu, menimbulkan dana sosial,
membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan barang bekas.
b. Fungsi
sosial: menimbulakan kebaikan spontan dan perasaan, sumber imajinasi
kesulitan hidup bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain dan
merangsang munculnya badan amal.
c. Fungsi
kultural: sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi
sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antara sesama manusia.
d. Fungsi
politik: sebagai kelompok gelisah atau masyarakat marginal untuk saling
bersaing bagi kelompok lain.
C. AGAMA DAN MASYARAKAT
1.
Fungsi Agama
dalam Masyarakat
Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan
fungsi agama dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan
kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang
pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan
orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks
terlembaga dalam lembaga situasi di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif
dan negatif serta penolakan penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan
merasa adalah individu itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama
terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama
dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat
dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di
luar atau referensi transdental.
Aksioma teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi
akan hilang dengan sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu
yang mentransendensikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi
manusia. Hali itu meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian
juga hal penting bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan
manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan
mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan
timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh ketidakberdayaan.
Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang teratur dari
berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi
manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan
kelangkaan; dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar
terhadap unsur-unsur tersebut.
1)
Fungsi agama
terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan
masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana
sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan
yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama
dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu
mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan
memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
2) Fungsi agama
dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang
bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral
itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat
duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
3) Fungsi agama
di sosial adalah
fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama baik antara
anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial
yang mempersatukan mereka.
4) Fungsi agama
sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa,
maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk
mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan
akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya
“moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup
adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk
mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.
2.
Dimensi
Komitmen Agama
1)
Dimensi
Ritual
Dimensi ritual dapat menjelaskan komitmen keagamaan melalui
tingkah laku yang diharapkan akan muncul pada diri manusia yang menyatakan
keyakinan mereka pada agama yang mereka anut.
2)
Dimensi
Keyakinan
Dimensi Keyakinan atau yang biasa disebut doktrin merupakan
dimensi yang paling mendasar dari agama karena menjelaskan seberapa besar
manusia memegang kepercayaan terhadap agama yang dianut dan menerima hal – hal
yang ada di dalam agama mereka.
3)
Dimensi
Pengalaman
Dimensi Pengalaman memperhitungkan bahwa semua agama mempunyai
perkiraan tertentu yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu
akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas
tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun
dalam waktu yang singkat.
4)
Dimensi
Pengetahuan
Dimensi pengetahuan adalah dimensi yang dikaitkan
dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki
informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab
suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
5)
Dimensi
Perasaan
Dimensi perasaan menjelaskan tentang dunia mental dan emosional
seseorang dan keinginan untuk mempercayai suatu agama serta takut bila tak
menjadi orang yang beragama.
6)
Dimensi
Konsekuensi
Dimensi konsekuensi menjelaskan tentang tingkah laku seseorang,
tetapi berbeda dengan dimensi ritual karena tingkah laku yang dimaksud adalah
hal – hal yang terjadi di dalam kehidupan sehari – hari dan muncul akibat
motivasi dari agama mereka.
3.
Sebutkan 3
Tipe Kaitan Agama dengan Masyarakat
1) Masyarakat
yang terbelakang dan nilai-nilai sakral atau masyarakat yang terisolasi.
2) Masyarakat-masyarakat
pra-industri yang sedang berkembang yang tak terisolasi.
3) Masyarakat
yang bisa terisolasi dan bisa juga tak terisolasi.
4.
Definisi
Pelembagaan Agama
Lembaga agama adalah suatu organisasi yang disahkan oleh
pemerintah dan berjalan menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama.
Pengertian pelembagaan agama itu sendiri ialah apa dan mengapa agama ada,
unsur-unsur, dan bentuknya serta fungsi struktur agama. Dimensi
ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat
diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi
itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
5.
Contoh Kasus
Konflik tentang Agama Yang Ada dalam Masyarakat
Perbedaan konsepsi di antara agama-agama yang ada adalah sebuah
realitas, yang tidak dapat dimungkiri oleh siapa pun. Perbedaan bahkan benturan
konsepsi itu terjadi pada hampir semua aspek agama, baik di bidang
konsepsi tentang Tuhan maupun konsepsi pengaturan kehidupan. Hal ini
dalam prakteknya, cukup sering memicu konflik fisik antara umat berbeda agama.
Konflik
Maluku, Poso, ditambah sejumlah kasus terpisah di berbagai tempat di mana
kaum Muslim terlibat konflik secara langsung dengan umat Kristen adalah
sejumlah contoh konflik yang banyak dipicu oleh perbedaan konsep di
antara kedua agama ini.Perang Salib (1096-1271) antara umat Kristen Eropa dan
Islam, pembantaian umat Islam di Granada oleh Ratu Isabella ketika mengusir
Dinasti Islam terakhir di Spanyol, adalah konflik antara Islam dan Kristen yang
terbesar sepanjang sejarah. Catatan ini, mungkin akan bertambah panjang, jika
intervensi Barat (Amerika dan sekutu-sekutunya) di dunia Islam dilampirkan pula
di sini. Umat Islam dipandang sebagai umat yang
radikal, tidak toleran, dan sangat subjektif dalam memandang kebenaran
yang boleh jadi terdapat pada umat islam sementara umat Kristen
dipandang sebagai umat yang agresif dan ambisius yang bertendensi menguasai
segala aspek kehidupan. Kasus-kasus yang seperti inilah dari contoh tidak adanya saling
menghargai dan toleransi sesama umat beragama. Seharusnya kasus konflik yang
seperti ini tidak terjadi lagi dalam era modern seperti sekarang. Hal ini hanya
akan menimbulkan hambatan-hambatan dalam kehidupan masing-masing masyarakat,
dimana seharusnya masyarakat saling membantu untuk memajukan bangsa, bukan
saling menghancurkan. Sesungguhnya sikap yang seperti itu hanya akan
memperburuk keadaan bangsanya.
Sumber :